Monday, December 21, 2015

Saat "copas dari grup sebelah" Menjadi Pernyataan Sudah Memberikan Sumber

Di jaman digital ini, akan mudahnya kita mengakses informasi yang diinginkan dengan kecepatan super. Ketik kata kunci yang dicari, enter, dan dalam seperkian detik akan muncul ulasannya dari berbagai sumber. Walau tanpa hal yang sedikit merepotkan tersebut, berita-berita berseliweran di timeline jejaring sosial dan dengan sedikit hentakan jempol pada layar maupun tuts, informasi akan keluar.

Pada dasarnya semua informasi adalah baik selama penerimanya bisa mencerna informasi yang didapat tersebut. Yang menjadi masalah beberapa waktu kebelakang ini banyak orang yang setelah mendapatkan informasi, tanpa dicerna terlebih dahulu langsung di share (disebar) kepada yang lain. Dengan sedikit memberikan keterangan "dari grup sebelah" atau "copas", serasa sudah memberikan sumber dari mana informasi tersebut berasal. Bahkan kadang, ada juga yang share link tertentu karena judul besar yang dibuat si penulis tanpa pembaca yang menyebarkan link tersebut membaca isi tulisan secara keseluruhan.

"Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum kerena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (Qs. Alhujurot 49:6)

Pasal 19 Dekalarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights, 1948) menyatakan, "setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi, hak ini meliputi kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi, serta untuk mencari, menerima, dan mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak terikat pada garis berpendapat.

"Menjaga eksistensi media sebagai motor pendidik masyarakat meniscayakan ikhtiar untuk mengubah pradigma 'berita jelek adalah berita baik (bad news is good news). Semangat dasar jurnalis dalam membuat dan menyebarkan informasi adalah menyajikan sesuatu yang menjadi 'kebutuhan', bukan 'keinginan' masyarakat (what people need, not what people want)." (Republika, Kamis 16 April 2015)

Sebagai penerima berita sebelum kembali menyebarkan informasi yang sudah didapatkan, ada baiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Satu, Kroscek (tabayyun) isi dan sumber berita. Seringkali kita terfokus pada isi berita. Saat dirasa bermuatan positif, tanpa memperhatikan sumbernya darimana serta merta menyebarluaskan berita tersebut. Perlu diketahui dengan banyaknya fitnah yang membalut sebuah berita belakangan ini, informasi yang terlihat baik kadang malah bertujuan untuk menjatuhkan 'lawan'. Jadi ada baiknya saat mendapat sebuah informasi, cek kebenaran isi informasi tersebut dengan mencari beberapa sumber lain atau latar belakang informasi, dan pastikan sumber pemberi informasi tersebut bisa dipercaya.
Dua, perhatikan sisi manfaat dari informasi yang akan disebarkan. Jangan sampai tujuan baik ingin memberikan informasi tapi isi informasinya tidak ada unsur manfaat. Seperti share ghibah seputar publik figur, perdebatan tokoh politik, dan informasi lain yang banyak mudhorotnya dibanding manfaat.

Selamat mencerdaskan sekitar dengan berbagi informasi dari sumber yang terpercaya, setelah melakukan kroscek kebenarannya dan terkandung manfaat didalamnya.