Monday, August 1, 2016

Terputusnya Hubungan Antara Nilai Ujian dan Terapannya

Ditengah mahalnya bayaran sekolah saat ini (sekarang sekolah gratis bu, tidak dipungut bayaran..), ups maksudnya ditengah biaya penunjang pendidikan yang mahal saat ini ternyata tidak sejalan dengan kemajuan pertumbuhan pribadi anak-anak yang terlihat dalam kesehariannya. Sekolah yang dulunya tempat berwibawa sebagai bentuk kerelaan orang tua menitipkan anaknya mengumpulkan ilmu dari para guru yang di gugu dan ditiru. Tempat para anak diseragamkan dalam disiplin menuntut ilmu, disiplin pribadi, toleransi, dan saling menghormati dengan sesamanya. Tempat para guru sebagai makhluk terhormat dengan wibawa dan kesabarannya menyambung estafet ilmu dan pemahaman untuk bekal generasi berikutnya. Namun nampaknya banyak pergeseran makna yang dialami dalam ranah pendidikan belakangan ini.

Banyak sekolah sekarang ini yang hanya berupa gedung dengan kumpulan anak-anak yang tidak tau apa yang sedang mereka lakukan, sehingga berlaku seenaknya dilingkungan sekolah. Banyak orang tua yang melimpahkan semua tanggung jawab pendidikan ke guru di sekolah dengan alasan tidak punya waktu dirumah karena harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan penunjang pendidikan itu sendiri. Dan para guru yang merasa terbebani tanggung jawab mendidik murid sekian banyaknya, serta tuntutan pencapaian nilai akademik yang memuaskan.

Dari itu semua, banyak yang luput melihat bahwa anak-anak sebagai generasi penerus memerlukan contoh, pengarahan, dan bimbingan dari semua pihak untuk membentuk pribadi yang baik selain dinilai dan dibimbing hanya bagian sisi akademik saja. Semakin kesini, semakin hilangnya prilaku hormat terhadap sesama bahkan hilangnya rasa hormat kepada yang lebih tua. Semakin menipisnya prilaku menghargai orang lain, dan jauhnya pemahaman dalam beragama. Ditambah lagi figur yang tidak banyak ditemui dilingkungan akhirnya didapat dari tontonan yang malah makin menjauhkan dari nilai-nilai kebaikan. Akhirnya banyak anak yang memiliki nilai akademik tinggi, namun tidak bisa menerapkan dalam kehidupan sosialnya dalam bermasyarakat.

Tidak menyalahkan pihak manapun, karena kondisi sekarang yang saling berhubungan namun berat ini. Namun selama masih ada kesadaran maka selalu ada jalan untuk mengupayakan pemberi masukan sebagai penyeimbang untuk para anak kita. Jangan menjadikan senyum, sapa, salam sebagai teguran mewah karena itu hal yang sepatutnya biasa kita lakukan dan ajarkan kepada anak-anak. Jadikan pendidikan bahasa sebagai modal bertutur dan berprilaku santun dengan sesama. Pelajaran berhitung yang membuka kesadaran untuk tidak mudah dibohongi dan tidak berlaku curang. Pengetahuan alam mampu membawa anak-anak kita mencintai lingkungan dan menjaganya dari hal yang paling kecil. Ilmu sosial yang membawa anak untuk mampu berinteraksi dengan penuh kesadaran, kepekaan, dan empati dengan sekitar. Iringi pendidikan pancasila dalam konteks ilmu pengetahuan juga diterapkan aplikasinya dalam keseharian. Dan pendidikan agama sebagai pembalut dalam pencarian menuju ketaatan kepada pencipta.

Dengan mengiringi nilai akademik dan menerapkan ilmu yang dipelajari dalam keseharian, semoga menumbuhkan kehidupan yang lebih baik kedepannya.