Negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau ini memiliki corak geografis yang berbeda-beda di beberapa wilayahnya. Hal tersebut juga mempengaruhi tumbuhan yang tumbuh, dan berdampak pada beranekaragam pula sumber pangan pokok di setiap daerah.
NTT yang memiliki corak geografis dan budaya yang khas terdiri dari dataran lahan kering. Hal tersebut menjadikan jagung dan kacang-kacangan yang bisa tumbuh di jenis lahan tersebut sebagai makanan pokok. Di Mamuju, Sumbar juga memiliki makanan pokok khas yang bernama jewawut. Sedangkan di Karawang yang daerahnya cocok untuk menanam padi, maka tidak heran jika disana banyak persawahan untuk memenuhi sumber pangan daerah tersebut.
Akan menjadi tidak seimbang jika sumber pangan disetiap daerah dikesampingkan, lalu diberlakukan keseragaman sumber pangan. Seperti halnya yang terjadi sekarang ini. Banyak yang mengeluhkan harga beras yang tinggi, kurangnya persediaan makanan pokok tersebut di pusat, semakin sedikitnya persawahan karena pembangunan, dan sebagainya. Hal tersebut terjadi bisa jadi karena diseragamkannya sumber makanan pokok tadi. Daerah-daerah yang tidak mendukung untuk bercocok tanam pada akhirnya harus bersusah payah mendapatkan beras dari daerah lain. Padahal daerahnya sendiri sebenarnya sudah memiliki sumber pangan pokok yang sesuai dengan keadaan daerahnya, tanpa khawatir kalah akan kandungan nutrisi didalamnya.
Itu baru dilihat dari satu sudut. Sumber pangan. Semakin dicermati, sekarang ini semakin banyak penyeragaman dari keanekaragaman yang ada.
Hari raya yang terasa kurang afdol tanpa ada hidangan daging sapi, padahal peternak lokal mengalami kesulitan mencari pakan alami untuk ternaknya karena semakin jarangnya tempat rumput bisa tumbuh. Berujung dengan inpor sapi dari negara lain serta dibumbui kelonjakan harga yang fantastis pula.
Anak sekolah yang stress karena standar nasional yang tidak bisa mereka capai karena bisa jadi sarana dan prasarana belajar yang selama ini mereka terima kurang mendukung.
Serta banyak lagi contoh lain dari keaneka ragaman yang di seragamkan namun berdampak kurang bagus. "Berbeda tapi satu", bukan berarti diterapkan dalam hal-hal diatas bukan? Berbeda warna kulit, bahasa, namun sama-sama menyembah Allah, itu cakep. Namun memaksakan hal yang sebelumnya sudah memiliki karakter, tapi dipaksa untuk menjadi satu karakter yang sama, lama kelamaan karakter asli menjadi terkikis dan hilang. Dan disaat keseragaman mulai terbentuk, aspek-aspek penunjangnya tidak mendukung, maka kehancuranlah yang akan terjadi. Lidah yang sudah tidak biasa dengan sumber pangan daerah sendiri, pemikiran yang sudah terbentuk untuk mencapai standar nasional tanpa melihat lagi cara untuk memenuhi standar tersebut, pusing dengan harga-harga yang tidak merakyat, dan seterusnya guncangan-guncangan terjadi.
Biarlah keanekaragaman itu sebagai warna warni yang menyenangkan. Keberagaman karakter yang mengagumkan. Selama tidak melanggar aturan agama, hal itu akan menjadi kekayaan tersendiri dari sebuah daerah, sebuah pribadi. Karena berbeda itu indah.