Thursday, June 2, 2016

Citarasa Jaman Dulu, Bersahabat Dengan Alam

Salah satu yang saya sukuri dari memiliki seorang encang (panggilan untuk kakak dari ibu) satu ini adalah kemampuannya bersahabat dengan alam. Dari sekian bersaudara, setau saya hanya beliau yang masih bersahabat dengan alam. Bersahabat seperti apa sih yang sedari tadi dibicarakan? :D

Ya, saya menyebutnya bersahabat dengan alam. Di usianya, dan di lingkungan tempat tinggal yang sudah semakin sulit melihat barang serumpun rumput liar tumbuh karena hamparan alas semen, beliau masih mengenal nama tumbuhan tersebut dan kadang masih menggunakannya sebagai bahan pangan dan racikan obat. 


Seperti hari ini saya dikenalkan dengan tanaman samiloto. Kalian ada yang tau samiloto?Hehehe klo saya baru lihat penampakannya hari ini. Saya mengira itu pohon cabai. Dengan warna daun hijau tua (mungkin mengandung banyak klorofil), dan berbunga putih kecil, mirip sekali dengan pohon cabai. Tapi katanya samiloto berbuah, sayangnya saya tidak berkesempatan melihat buahnya karena memang belum ada. Beliau menerangkang bahwa samiloto itu bisa digunakan sebagai obat. Dengan rasanya yang super pahit, bisa mengobati diabetes. Selain diabetes, samiloto ddigunakan sebagai obat  gatal. Daunnya yang di masak dengan tanaman lain (campuran bawang merah tunggal, bawang putih, jahe, dll yg saya lupa apa lagi yang beliau sebutkan) kemudian dicampur dengan minyak kletik (minyak yang didapat dari santan kelapa murni yang dipanaskan hingga keluar minyaknya). Lalu penggunaanya di balur di tubuh yang gatal tersebut.

Ketelatenannya juga masih terjaga dengan bukti kesediaannya memarut lima butir kelapa untuk diperoleh minyaknya. Ya, ditengah segala kemudahan yang ada, perlu kelapa parut tinggal ke tukang sayur yang menyediakan mesin parut, namun beliau memilih memarut dengan bantuan alat manual. Alat parut bergerigi, yang saat kita lengah sedikit bisa menyebabkan daging jari terkoyak.

Begitulah kearifan yang saya pelajari dari beliau. Alam sudah memberikan yang kita butuhkan. Allah sudah menyediakan alam untuk kita gunakan. Lalu mengapa kita masih kurang puas dengan seluruh pemberian-Nya?. Menggunakan pengetahuan yang juga pemberian-Nya, namun bukan untuk kebahagiaan. Membuat samaran rasa dengan menggunakan bahan sintesis, meracun serangga dengan beringas, membuat pembungkus yang tidak terurai alam, meratakan paru-paru bumi dan mengantinya dengan beton yang menjulang, serta banyak lagi ciptaan manusia yang menggeser kemurahan yang sudah disediakan alam.