Saturday, April 22, 2017

Keluar Dari Tempurung

Saya pernah merasa nyaman berada di dalam sebuah tempurung. Dengan penuh kesadaran bahwa saya hanya berkutat disana saja, tapi karena merasa semua yang saya butuhkan sudah ada didalam tempurung tersebut jadi tidak merasa ada masalah. Hubungan yang baik, rasa di butuhkan, menjaga keseimbangan, bahkan kadang ikut campur kehidupan orang yang ada di dalam tempurung yang sama juga dilakukan (hehe atas nama kebaikan pastinya, walau setelah dipikirkan sekarang mungkin atas nama dunia yang sesuai dengan kehendak saya walau tanpa terlalu memaksa pastinya karena ada peran menjaga keseimbangan juga). Bukan hal yang aneh juga saat kita saling membicarakan dunia paralel jika kita melakukan sesuatu yang tidak kita lakukan sekarang, ya itu sebuah kesenangan tersendiri karena seperti yang kalian tau, kami berada di dalam tempurung dengan sebuah kesadaran. Jadi cukup dengan membicarakan sambil tertawa lepas tentang kata "jika..jika.." yang berkeliaran. Kami juga memberi ruang untuk "pikiran liar" tersebut. Apakah kalian punya banyak kesempatan untuk mengutarakan pikiran liar kalian di sembarang tempat tanpa kalian di lihat aneh? luar biasa sekali jika itu bisa dilakukan :D.  Dan dalam tempurung itulah sebagian hal yang tidak biasa bisa dilakukan. (Mau tau pikiran liar kami? baiklah buat kalian akan saya beritahukan. Salah satunya, "jika" kami punya sebuah pulau untuk membuat peradaban baru yang tidak terganggu dengan kekisruhan yang sekarang sedang terjadi.. apa? kurang liar?? haha kalian pikir kami manusia seliar apa yang bisa berpikiran liar. tapi itu sudah cukup liar buat saya :D)

Lalu sisi lain dari keberadaan tempurung itu adalah menjadikan saya seorang yang merasa superior. Dengan menjaga keseimbangan sekitar, dengan kondisi yang saat itu bisa sedikit banyak memfasilitasi agar keseimbangan didalamnya terjaga, itulah dunia yang saya ciptakan. Setelah semua berlalu, mereka bilang, "sepertinya cuma kamu saja yang tidak 'terbaca' ". Ya memang seperti itukan tempurung yang saya ciptakan. Tempurung tersebut adalah salah satu tempat saya menyimpan"beberapa butir telur", dan butiran telur saya simpan ditempat yang lain. Seperti telur yang berisi tangisan, ooh itu adalah benda berharga yang tidak bisa banyak orang melihat, dan seperti dibilang diawal, sosok superior itu jauh dari sisi melankolis kan :)

Sampai akhirnya saya mulai mencoba uji kenyataan. Hehe tenang, ini bukan tulisan serius. Maksud uji kenyatan di sini adalah saat saya mencoba melepas sedikit keseimbangan yang selama ini di jaga. Sebelumnya saat kita sedang baik-baik saja, kita bisa memperbincangkan keseimbangan itu sebagai obrolan ringan yang menarik. Kita bisa mengambil banyak langkah sejauh yang kita perkirakan. Satu yang terlupa saat didalam obrolan ringan itu adalah, kita tidak memasukan sisi kedalaman hati yang terlibat. Dan seperti yang sudah di prediksi (sesuai dengan perkiraan dari obrolan yang pernah kita lakukan), tempurung itu hancur menjadi kepingan. Terkejut? harusnya tidak, karena itu sudah pernah masuk dalam pembicaraan kita, namun tetap saja ada rasa kehilangan. Tempurung yang sudah tercipta dari sekian waktu lamanya itu sudah pernah memberi tempat yang nyaman, dan hal yang paling mengkhawatirkan diri adalah saat harus keluar dari zona nyaman tersebut kan?

Jujur hal tersebut sempat menjadi goncangan. karena waktu yang tercurah didalam sana sudah terlalu lama, lalu apa yang harus saya lakukan sekarang? membangun kepingan tempurung itu kembali? sepertinya tidak, karena seperti yang kita tau sesuatu yang pernah pecah, tidak akan bisa tersambung kembali seperti semula. Sepertinya juga ada hal-hal yang membatasi saat dengan komposisi sebelumnya dan saat tempurung itu pecah, bukan saja saya yang menghirup udara segar di luar tempurung tapi mereka pun bisa melakukan yang tidak pernah kita lakukan :)
Harusnya itu menjadi point yang bagus ya. Saat akhirnya saya bisa lebih memutuskan untuk keluar dari zona nyaman itu walau dengan tertatih dan usaha yang lebih pula (haha karena tidak banyak tempat yang bisa menerima keunikan, jadi orang-orang unik itulah yang harus banyak beradaptasi. Tidak buruk, selama tidak merubah diri menjadi orang lain, dan beradaptasi dengan lingkungan juga merupakan kemampuan yang harus diasah). Sekarang saya hinggap dimana-mana, melakukan kegiatan dangan orang-orang yang berbeda, dan yang terpenting ternyata saya bisa menikmati itu semua.

Akhirnya tempurung itu tidak pernah kita coba untuk susun kembali. Mungkin di lain kesempatan kita membuat perahu saja, yang bisa membawa ke tempat yang memang ingin kita kunjungi bersama, setelahnya kita tetap bisa melanjutkan perjalanan masing-masing. Biar saja perahu itu kita tambatkan di sudut hati. Kita bisa mengendarai bersama lagi saat memang kita menginginkannya.