"Hah, ternyata pagi ini ada janji kerumah Chi. Bagaimana baiknya ya?" Dalam kebingungan mencari alasan kepada ortu. Mau bohong, dosaku sudah banyak, tidak datang ketempat Chi, ketiga iblis jelek itu akan berubah menjadi monster menakutkan. Jadilah kebingungan menyelimuti pagi ini sampai akhirnya aku memutuskan pergi demi mereka. (Maaf ya mom)
"Kok lama banget datengnya, niat gak sih," sapaan khas Chi klo penyakit juteknya kambuh.
"Udah untung dateng, masih aja marah-marah. Eh, Ryu, Okawa dan Rei mana? Kenapa ekornya belum pada kelihatan?" Kataku santai,
"Belum datang. Katanya sih lagi nunggu pangeran kegelapan."
"Oh, tapi datang kan?"
"Pasti!"
"Udah untung dateng, masih aja marah-marah. Eh, Ryu, Okawa dan Rei mana? Kenapa ekornya belum pada kelihatan?" Kataku santai,
"Belum datang. Katanya sih lagi nunggu pangeran kegelapan."
"Oh, tapi datang kan?"
"Pasti!"
Setelah menunggu lama, sampai tiga komik habis dilahap bersama cemilan setoples barulah mahluk- mahluk itu bermunculan. Yang menyebalkan, sudahlah datang telat Ryu malah langsung pergi bersama pangeran kegelapannya, Okawa, setelah setor muka seperkian detik. Kata mereka ada acara lain jadi gak bisa lama-lama. Secara spontan aja Rei marah-marah sampai tanduk iblisnya keluar. Klo aku sih cuma sedikit kesal karena tujuan utama mau salin tugas kimianya Chi, jadi dia lama atau sebentar sama aja.
" eh sorry ya, gua mesti buru-buru, mau pergi sama Okawa. Sorry yah!"
Rei jawab "ga bisa gitu dong. Elo kan janji duluan sama kita, kok jadi pergi sama mahluk gelap itu. Ga seru nih."
"Habis mau gimana lagi, habis Okawa memang lebih penting dibanding kalian," jawab Ryu sekenanya sambil menyambar tasnya yang tergeletak di sofa.
"Ya udah klo gitu pergi aja dan gak usah ketemu lagi sama kita klo menurut lo kita ga penting," balas Rei emosi.
"Ya udah tadi dah diusir jadi gua pergi nih"
"Sana, merusak pemandangan aja!"
" eh sorry ya, gua mesti buru-buru, mau pergi sama Okawa. Sorry yah!"
Rei jawab "ga bisa gitu dong. Elo kan janji duluan sama kita, kok jadi pergi sama mahluk gelap itu. Ga seru nih."
"Habis mau gimana lagi, habis Okawa memang lebih penting dibanding kalian," jawab Ryu sekenanya sambil menyambar tasnya yang tergeletak di sofa.
"Ya udah klo gitu pergi aja dan gak usah ketemu lagi sama kita klo menurut lo kita ga penting," balas Rei emosi.
"Ya udah tadi dah diusir jadi gua pergi nih"
"Sana, merusak pemandangan aja!"
Suasana menjadi aneh. Mereka berdua bertengkar seperti suara tabrakan antar bus dan tanki minyak yang menyebabkan ledakan dahsyat. Ya rame gitu deh. Tapi keadaannya memang gawat banget sepertinya. Semua ini emang salah Ryu yang gak adil sama kita. Tapi respon Reina yang terlalu serius itu juga membuat keadaan semakin kacau. Yah, jadi sama-sama salah gak ada yang bener. Mana Chi cuma ketawa-ketawa aja tidak melerai atau setidaknya ambil es buat mendinginkan kepala mereka sepertinya lebih membantu.
Akhirnya Ryu pergi dengan Okawa. Tapi sebenarnya kita gak marah sama Ryu. Kita malah membahas hubungan Ryu dengan Okawa. Setelah pertemuan kacau itu berakhir, dirumah aku berfikir kenapa mereka gak bisa dingin sedikit. Mereka sama-sama emosional dan gak tau diri. Saat sedang asik memikirkan kelakuan aneh para sahabatku itu, suara handphone yang seperti suara jangkrik berbunyi,
"Hallo, siapa nih?"
"Ini Nami ya?"
"Iya dengan saya sendiri. Ini siapa?"
"Kenalan boleh gak?"
"Kan sudahh tau namaku, kok pake kenalan segala. Harusnya aku yang nanya kamu siapa? Gimana sih?"
"Kok jadi emosi... tenang... tenang... namaku Imura, salam kenal ya"
"Oke Imura, jadi kamu siapa? Kok tau nomer hape ku?"
"Aku penggemar rahasiamu."
"Hallo, siapa nih?"
"Ini Nami ya?"
"Iya dengan saya sendiri. Ini siapa?"
"Kenalan boleh gak?"
"Kan sudahh tau namaku, kok pake kenalan segala. Harusnya aku yang nanya kamu siapa? Gimana sih?"
"Kok jadi emosi... tenang... tenang... namaku Imura, salam kenal ya"
"Oke Imura, jadi kamu siapa? Kok tau nomer hape ku?"
"Aku penggemar rahasiamu."
Seperti itulah. Tiba-tiba ada yang telpon dan mengajak kenalan. Dari percakapannya sepertinya dia orang yang menyenangkan. Setelah didesak bercerita, ternyata Imura adalah teman kakakku di tempat magang. Saat hatiku rasanya seperti dikolam renang dengan hamparan mawar segar, terganggu dengan deringan hape kembali.
"Hallo Manami, ini aku Chika,"
" iyaaa, tanpa dikasih tau pun aku sudah hafal suaramu yang seperti kuda kehausan itu. Siapa lagi yang punya selain dirimu."
"Enak aja suaraku disamakan dengan suara kuda."
"Baru sadar ya," kataku sambil terbahak.
"Hallo Manami, ini aku Chika,"
" iyaaa, tanpa dikasih tau pun aku sudah hafal suaramu yang seperti kuda kehausan itu. Siapa lagi yang punya selain dirimu."
"Enak aja suaraku disamakan dengan suara kuda."
"Baru sadar ya," kataku sambil terbahak.
Chika meneleponku hanya untuk mengabarkan bahwa Ryu menyesal dengan perbuatannya siang tadi dan sudah minta maaf juga sama Reina. Tapi Ryu malah bertengkar dengan Okawa karena mereka menonton bola AC Milan vs Inter milan yg memang favorit mereka. Jadilah Ryu vs Okawa. Hanya karena inter kalah 0-1 mereka jadi bertengkar. Ya sudah biasa sebenarnya melihat mereka bertengkar. Hanya karena sepotong ikan asin saja kadang mereka akan bertengkar.
Akhirnya pekan berikutnya kami janjian buat ketemuan. Karena aku juga ada janji dengan Imura ditaman, mereka kuajak serta sekalian. Karena aku takut jika Imura tidak seperti yang aku bayangkan. Akhirnya kami datang ke taman. Imura bilang dia akan memakai baju berwarna hijau, sedangkan aku pakai baju putih bergambar apel.
"Mana yak Imura, dari tadi banyak sekali pria berpakaian hijau." Gerutuku sambil celingak-celinguk.
"Hai Manami,"
Seorang pria tampan mendatangiku. Wajahnya mirip Mamoru, pacar pertamaku yang aku putusin karena aku dijadikan pacar ke7. Bagaimana gak kesel. Tapi Imura lebih manis. Singkat cerita, setelah pertemuan itu aku jadian dengan Imura, nenek sihir Reina naksir teman Imura yang seperti playboy kampungan kelas teri. Chika sih cukup dengan si mata empat Rin dan hantu jelek Ryu tetap dengan iblis kampungan Okawa. Jadilah empat sekawan melepas jomblo.
"Hai Manami,"
Seorang pria tampan mendatangiku. Wajahnya mirip Mamoru, pacar pertamaku yang aku putusin karena aku dijadikan pacar ke7. Bagaimana gak kesel. Tapi Imura lebih manis. Singkat cerita, setelah pertemuan itu aku jadian dengan Imura, nenek sihir Reina naksir teman Imura yang seperti playboy kampungan kelas teri. Chika sih cukup dengan si mata empat Rin dan hantu jelek Ryu tetap dengan iblis kampungan Okawa. Jadilah empat sekawan melepas jomblo.
Pagi ini tanggal 7 Februari, seminggu lagi hari istimewa penghuni sarang tiba. Bukan perayaan Valentine seperti kebanyakan remaja, tapi kami memperingati awal jumpa penghuni sarang. Setiap tanggal itu akhirnya disepakati untuk diadakan pesta untuk mengokohkan persahabatan kami. Aku dan ketiga sahabatku itu berencana pergi ke cafe cake dekat sekolah. Dua minggu terakhir ini aku bertengkar dengan Imura, ketiga temanku pun mengalami nasib serupa. Chi ditinggal pacarnya sekolah keluar negeri, Ryu marahan dengan Okawa karena Okawa mengungkit masalalu Ryu dengan mantannya. Kalau Reina tidal aneh lagi, kali ini Reina menyukai sahabat kekasihnya, Aoyama, yang bernama Akira. Memang sih Akira lebih tampan dibanding Aoyama, tapi Reina tidak kalah bejadnya dengan kelakuan playboy Aoyama.
"Kita kok jadi kesepian gini ya."
"Iya nih. Ini sih gak adil buat kita,"
"Eh Chi, gimana kabarnya Rin?"
"Di belum kasih kabar lagi sejak berangkat. Jadi aku gak tau gimana kabarnya," kata Chi dengan tampang seperti anak kucing yang kehujanan. "Kalau kamu Nami?"
"Imura masih marah sama aku."
"Klo Okawa sih gak akan aku maafin. Habisnya memang dia yang salah. Eh Rei, acara besok kau pergi ama siapa? Aoyama atau akira?" Kata Ryu
"Kayaknya sih gak sama keduanya" kata Reina galau.
"Kenapa?" ujar kami barengan,
"Habisnya Aoyama playboy, sedangkan Akira ternyata sudah punya pacar yang menyebalkannya lebih cantik dariku. Pasti Akira lebih pilih bersama pacarnya."
"Kita kok jadi kesepian gini ya."
"Iya nih. Ini sih gak adil buat kita,"
"Eh Chi, gimana kabarnya Rin?"
"Di belum kasih kabar lagi sejak berangkat. Jadi aku gak tau gimana kabarnya," kata Chi dengan tampang seperti anak kucing yang kehujanan. "Kalau kamu Nami?"
"Imura masih marah sama aku."
"Klo Okawa sih gak akan aku maafin. Habisnya memang dia yang salah. Eh Rei, acara besok kau pergi ama siapa? Aoyama atau akira?" Kata Ryu
"Kayaknya sih gak sama keduanya" kata Reina galau.
"Kenapa?" ujar kami barengan,
"Habisnya Aoyama playboy, sedangkan Akira ternyata sudah punya pacar yang menyebalkannya lebih cantik dariku. Pasti Akira lebih pilih bersama pacarnya."
Begitulah, kami merasa putus asa saat kehilangan kekasih, tapi mau gimana lagi, kesalahan ada pada mereka, walau begitu secara diam-diam kami masih memperhatikan pasangan kami masing-masing. Tidak seperti Chika yang tidak akan bisa liat Rin kalau orangnya tidak mau balik.
Kisah Chika.
Di era digital, tiba-tiba ada pak pos mengantarkan surat yang isinya: "hai Chi, sorry aku gak bisa pulang liburan ini. Maaf sepertinya kita tidak bisa merayakan hari jadi sarang kalian. Kamu pergi saja dengan teman-temanmu. Sekali lagi maaf ya.. Beaurin
Di era digital, tiba-tiba ada pak pos mengantarkan surat yang isinya: "hai Chi, sorry aku gak bisa pulang liburan ini. Maaf sepertinya kita tidak bisa merayakan hari jadi sarang kalian. Kamu pergi saja dengan teman-temanmu. Sekali lagi maaf ya.. Beaurin
Kisah Ryu.
Ada telepon masuk "maaf ya Ryu, buat pesta besok kita tidak bisa merayakannya bersama."
"Kenapa?"
"Aku harus pergi dengan ortu."
"Mm. Oke"
Ada telepon masuk "maaf ya Ryu, buat pesta besok kita tidak bisa merayakannya bersama."
"Kenapa?"
"Aku harus pergi dengan ortu."
"Mm. Oke"
Kisah Reina
Ada tamu. "Rei, kamu pergi kepesta dengan temanmu yang lain saja ya."
"Kenapa tiba-tiba?"
"Adikku dirawat. Ini aku akan segera ke RS sekarang"
"Hati-hati ya"
Ada tamu. "Rei, kamu pergi kepesta dengan temanmu yang lain saja ya."
"Kenapa tiba-tiba?"
"Adikku dirawat. Ini aku akan segera ke RS sekarang"
"Hati-hati ya"
Kisahku.
Pagi ini aku terbangun karena panggilan ibu dari dapur. Setelah cuci muka, aku kedapur.
"Narai kecil,"
"Apa sih ibu. Kok manggilnya seperti nenek saja."
"Iya, kamu tidak ingat kalau besok kita akan ke rumah nenek di Hokkaido. Karena semalam paman Shin telepon mengabarkan nenek sakit, makanya kita semua akan kesana menjenguk nenek"
"Looh. Bukannya rencana kita masih dua minggu lagi kita mudiknya. Kenapa jadi besok?" Protesku sembari membayangkan hancurnya rencana pesta bersama penghuni sarang.
"Ayah dapat cutinya mulai besok selama 5hari, kakak juga libur kan selama seminggu ini. Jadi kita berangkatnya besok saja." Kata ibu. "Apa kamu tidak mengkhawatirkan nenek?"
"Tapi bu.."
"Sudah cepat sana berangkat sekolah, nanti telat," kata ibu tanpa mau mendengarkan alasanku.
Pagi ini aku terbangun karena panggilan ibu dari dapur. Setelah cuci muka, aku kedapur.
"Narai kecil,"
"Apa sih ibu. Kok manggilnya seperti nenek saja."
"Iya, kamu tidak ingat kalau besok kita akan ke rumah nenek di Hokkaido. Karena semalam paman Shin telepon mengabarkan nenek sakit, makanya kita semua akan kesana menjenguk nenek"
"Looh. Bukannya rencana kita masih dua minggu lagi kita mudiknya. Kenapa jadi besok?" Protesku sembari membayangkan hancurnya rencana pesta bersama penghuni sarang.
"Ayah dapat cutinya mulai besok selama 5hari, kakak juga libur kan selama seminggu ini. Jadi kita berangkatnya besok saja." Kata ibu. "Apa kamu tidak mengkhawatirkan nenek?"
"Tapi bu.."
"Sudah cepat sana berangkat sekolah, nanti telat," kata ibu tanpa mau mendengarkan alasanku.
Sampai di sekolah suasana terasa tidak nyaman karena ketiga temanku membicarakan kekasihnya dan rencana pesta besok.
"Nami, baju apa yang akan kamu pakai besok di pesta kita?" Tanya Rei.
"Hooii..." teriak Ryu sambil menyenggol bahuku karena tidak merespon pertanyaan Rei.
"Ada apa sih? Tumben kamu bengong gitu. Kemarin kan kamu yang paling semangat dengan acara kita besok," tanya Chi penasaran melihat gelagatku yang tidak biasa.
"Sebenarnya besok aku harus ke Hokaido. Kerumah nenekku," jelasku.
Mereka hanya bisa diam sambil menatapku.
"Nami, baju apa yang akan kamu pakai besok di pesta kita?" Tanya Rei.
"Hooii..." teriak Ryu sambil menyenggol bahuku karena tidak merespon pertanyaan Rei.
"Ada apa sih? Tumben kamu bengong gitu. Kemarin kan kamu yang paling semangat dengan acara kita besok," tanya Chi penasaran melihat gelagatku yang tidak biasa.
"Sebenarnya besok aku harus ke Hokaido. Kerumah nenekku," jelasku.
Mereka hanya bisa diam sambil menatapku.
Akhirnya kami sekeluarga berangkat ke Hokkaido. Pemandangan yang indah membuatku melupakan rasa sedih karena tidak bisa ikut pesta dengan teman-teman.
"Nami, bukannya hari ini geng kamu mengadakan pesta ya? Apa rasanya berada disini sedangkan yang lain berkumpul sambil bersenang-senang?" Tanya kakakku yang terdengar mengejek.
"Kakak kok bicara begitu, kan Hokkaido indah, kenapa harus rusak karena aku tidak jadi pergi pesta?" Jawabku.
"Kita adakan pesta disini saja. Pasti akan seru walau tanpa anggota geng kamu yang cerewet-cerewet itu"
"Huh, biar cerewet begitu mereka temanku. Dan suasana pesta akan hambar tanpa adanya mereka." Belaku.
"Pasti tidak hambar," yakin kakakku.
Fuh, aku tidak mengerti cara berpikir kakak. Setelah merasakan udara semakin dingin, aku beranjak dari teras samping menuju dapur. Secangkir coklat panas mungkin bisa membantu menghangatkan tubuh dan menenangkan pikiran, batinku.
"Nami, bukannya hari ini geng kamu mengadakan pesta ya? Apa rasanya berada disini sedangkan yang lain berkumpul sambil bersenang-senang?" Tanya kakakku yang terdengar mengejek.
"Kakak kok bicara begitu, kan Hokkaido indah, kenapa harus rusak karena aku tidak jadi pergi pesta?" Jawabku.
"Kita adakan pesta disini saja. Pasti akan seru walau tanpa anggota geng kamu yang cerewet-cerewet itu"
"Huh, biar cerewet begitu mereka temanku. Dan suasana pesta akan hambar tanpa adanya mereka." Belaku.
"Pasti tidak hambar," yakin kakakku.
Fuh, aku tidak mengerti cara berpikir kakak. Setelah merasakan udara semakin dingin, aku beranjak dari teras samping menuju dapur. Secangkir coklat panas mungkin bisa membantu menghangatkan tubuh dan menenangkan pikiran, batinku.
"Hehehe...sudah selesai bertapa di teras sampingnya Nami?" Tiba-tiba suara cempreng Chi menegurku.
"Loohhh, kenapa kalian ada disini? Sedang apa kailan?"
"Bilang saja kamu senang kami ada disini. Kami memutuskan pesta dipindah tempatkan menjadi di rumah nenekmu ini. Sekalian kami menjenguk beliau. Sepertinya nenek sehat-sehat saja," kata Ryu sambil tersenyum kepada neneknya Nami.
"Kami diundang oleh orangtuamu, jadi kami menyusul untuk memberikan kejutan. Anggap saja ini hadiah pesta kita untukmu. Oiya, ada salam dari Imura, dia tidak bisa datang karena sakit typus."
"Baiklah, tanpa satu orang itu, jangan membuat pesta kita berantakan. Aku sudah senang karena ada kalian semua," ujarku seraya menyembunyikan sedikit rasa kecewa karena ketidakhadiran Imura.
"Loohhh, kenapa kalian ada disini? Sedang apa kailan?"
"Bilang saja kamu senang kami ada disini. Kami memutuskan pesta dipindah tempatkan menjadi di rumah nenekmu ini. Sekalian kami menjenguk beliau. Sepertinya nenek sehat-sehat saja," kata Ryu sambil tersenyum kepada neneknya Nami.
"Kami diundang oleh orangtuamu, jadi kami menyusul untuk memberikan kejutan. Anggap saja ini hadiah pesta kita untukmu. Oiya, ada salam dari Imura, dia tidak bisa datang karena sakit typus."
"Baiklah, tanpa satu orang itu, jangan membuat pesta kita berantakan. Aku sudah senang karena ada kalian semua," ujarku seraya menyembunyikan sedikit rasa kecewa karena ketidakhadiran Imura.
Ya, memang aku senang sekali dengan kehadiran mereka yang sudah jauh-jauh datang ke Hokkaido. Semua hadir dari ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, dan mereka teman-temanku. Walaupun sebenarnya didasar hati masih tidak lengkap karena Imura tidak ada. Padahal harapan terbesarku adalah melewati hari ini dengan dia.
"Manami,"
Aku menoleh kesumber suara, "Imura, kenapa ada disini? Bukannya kamu sedang sakit?" Kataku terkejut sekaligus senang.
"Iya. Sebenarnya aku sedang sakit. Tapi apapun akan aku lakukan untuk bisa datang kesini. Karena aku rindu padamu Nami. Maafkan semua salahku ya.."
"Tidak, yang salah kan aku.."
"Kalau aku bukan pacarmu, aku pasti marah. Tapi karena melihat rasa cemburu kamu itu, aku yakin jika kamu sangat menyayangiku. Betulkan?"
"Iya" jawabku singkat sambil tersipu malu.
"Manami,"
Aku menoleh kesumber suara, "Imura, kenapa ada disini? Bukannya kamu sedang sakit?" Kataku terkejut sekaligus senang.
"Iya. Sebenarnya aku sedang sakit. Tapi apapun akan aku lakukan untuk bisa datang kesini. Karena aku rindu padamu Nami. Maafkan semua salahku ya.."
"Tidak, yang salah kan aku.."
"Kalau aku bukan pacarmu, aku pasti marah. Tapi karena melihat rasa cemburu kamu itu, aku yakin jika kamu sangat menyayangiku. Betulkan?"
"Iya" jawabku singkat sambil tersipu malu.
Itulah akhir cerita. Eh, sampai lupa cerita Beaurin dan Okawa.
Ternyata Beaurin memutuskan untuk kembali ke Jepang. Ya, belajar di sini tidak kalah bagus dengan di Prancis. Sebenarnya aku tau maksudnya, dia kembali karena tidak sanggup berpisah dengan Chika.
Okawa sudah minta maaf secara mati-matian ke Ryu. Ryu yang punya sifat pendendam itu ternyata kalau sudah dirayu perasaannya bisa lunak. Apalagi jika mendapat gombalan maut ala Okawa.
Sedangkan Reina memilih menghabiskan waktu so Hokkaido bersama Toshi. Siapa Toshi? Hehehe dia adalah tetangga Nami di Hokkaido yang kebetulan bertemu saat pertama datang mencari alamat rumah neneknya Nami. "Daripada mikirin orang yang tidak jelas," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Ternyata Beaurin memutuskan untuk kembali ke Jepang. Ya, belajar di sini tidak kalah bagus dengan di Prancis. Sebenarnya aku tau maksudnya, dia kembali karena tidak sanggup berpisah dengan Chika.
Okawa sudah minta maaf secara mati-matian ke Ryu. Ryu yang punya sifat pendendam itu ternyata kalau sudah dirayu perasaannya bisa lunak. Apalagi jika mendapat gombalan maut ala Okawa.
Sedangkan Reina memilih menghabiskan waktu so Hokkaido bersama Toshi. Siapa Toshi? Hehehe dia adalah tetangga Nami di Hokkaido yang kebetulan bertemu saat pertama datang mencari alamat rumah neneknya Nami. "Daripada mikirin orang yang tidak jelas," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Pict: archi meidy by animonsuta
TAMAT
note: tulisan Nami tahun 2004. Iseng2 aja di dokumentasikan disini. Setting tempat setelah di telusuri dari kerapuhan benang ingatan, pasti karena jaman itu kita lagi baca "imadoki".