Thursday, January 30, 2025

kamu 1

Bermula postingan seorang teman distatus WA yang bertemakan #dirumah aja edisi liburan, maka keisengan pun muncul dengan me-reply "Mau kemana kitaa...?" Dari sanalah beruntun pertemuan-pertemuan dengan mereka yang dirindukan tanpa rencana. Karena ada beberapa obrolan yang menarik dari beberapa circle, maka saya pisah ya ceritanya menjadi beberapa SESI.eeeaa.. Begini ceritanya:
first generation. Pasti tidak asing jika saya membicarakan mereka. Karena sesuatu yang pertama selalu melekat. Begitupun kebersamaan dengan mereka. Ketidaksengajaan mempertemukan kami kembali. Ketika saya sedang duduk menikmati suasana sore dipinggir setu (>_<) dengan selingan obrolan seputar update kehidupan bersama seorang teman serta sajian rujak ulek yang kadang merusak konsentrasi pembicaraan karena rasa pedas yang menyengat lidah menghasilkan beberapa kali jeda percakapan dengan suara-suara "haaahhh..haahhh..."
disela-sela dua kegiatan yang sedang dilakukan tersebut (makan dan ngobrol), dua orang gadis berjalan kearah kami,dan semakin dekat saya mengenali satunya. Dia adalah salah seorang murid dari angkatan 1. Sebuah pertemuan yang tidak direncanakan oleh kami, tapi tentu saja sudah dalam skenario Allah karena dengan pertemuan itu saya banyak mendengar kisahnya yang membuat renungan panjang.
Dia adalah seorang penghafal Al-Quran. Dari jenjang Sekolah Dasar sudah terliat istiqomahnya dia. Dia pun bercerita, lulus SD melanjutkan ke pondok. Dua tahun di pondok, kemudian ujian keluarga datang yang menyebabkan hubungan orang tuanya kandas, sehingga dia harus pulang dan ikut dengan bundanya ke kampung. Itu baru awal dari ujian yang dia lalui. Dengan nada santai dia bertanya, "Ibu tau gak klo mamah saya sudah tidak ada?"
Dengan perasaan sedih saya menjawab tidak. Ternyata sekitar tiga bulan berlalu dari mereka tinggal di kampung, qodarullah bundanya meninggal membuatnya harus kembali ke sini. Bukan hal mudah merasakan perpisahan orang tua, maka dia memilih tinggal dengan kakaknya, kemudian kembali ke pondok untuk melanjutkan hafalannya yang saat itu sudah 20 juz. Ujian pun kembali menerpanya.
Untuk seorang penghafal, pengelihatan merupakan salah satu indra yang Allah berikan sebagai senjatanya. Namun dengan sekejap mata tanpa tau penyebabnya apa,pengelihatannya mulai kabur diiringi kelumpuhan tubuh. Saya yang mendengar hal tersebut tercekat, tidak bisa banyak berkata-kata. Membayangkannya saja terlalu jauh untuk bisa saya coba rasakan. Dia pun melanjutkakn ceritanya. Kemudian dia dibawa pulang kerumah kakaknya. Pemeriksaan dokter pun dilakukan, dengan diagnosa yang tidak memuaskan karena hanya disebutkan ada gangguan pada saraf matanya yang mempengaruhi saraf tubuhnya juga."Saya harus di gendong-gendong bu. Klo mau keluar jg kadang mata saya sengaja diperban sebelah, karena keliatan seperti jereng gitu."
"Lalu gimana sampai akhirnya bisa sseperti sekarang?", tanya saya.
"Tidak tau juga. Karena seperti ketika penyakit itu datang, kemudian penyakit itu pun berangsur-angsur hilang dengan sendirinya",ucapnya.
Kemudian di melanjutkan hafalannya hingga tuntas, dan memutuskan untuk mengajar sambil menunggu waktu untuk lanjut kuliah. Setelahnya pembicaraan pun mencair dengan menanyakan jurusan yang nanti akan dia ambil, cerita masalalu yang membangkitkan kenangan, dan juga melakukan pangilan ke beberapa teman dia lainnya yang diperkirakan bisa ikut bergabung dalam acara temu kangen dadakan tersebut. Muncul tokoh baru menunjukan muncul juga update kehidupan lainnya. Mungkin saya termasuk orang yang selalu ingin tau perkembangan mereka.Tentu saja dalam harapan kebaikan dan kelancaran untuk mereka menapaki peta mimpinya. Namun kehidupan selalu punya jalannya sendiri yang berada diluar kuasa kita. Tidak semua berada dalam jalur norma, jadi lambungan doa selalu terpanjatkan. Akhirnya cerita pun akan beralih ke kamu yang lain...^_____^

Thursday, June 15, 2023

tidak memberi hutang..dasar jahat!!

Ditengah kesibukan yang sedang dijalani, eeh malah mau nulis. Dan tidak tau mengapa malah tema hutang yang muncul. yasudah, kita tuangkan saja biar tidak memenuhi ruang penyimpanan di otak...(>,<)
Berbicara tentang hutang, kata tersebut entah kenapa begitu melekat. Padahal jika diingat, tidak banyak situasi yang membuat saya bersinggungan dengan kata itu. Namun jika menarik ingatan jauuuhh kebelakang, kata tersebut pernah mengisi masa kecil saya dalam waktu yang cukup lama. Baiklah kita mulai yuk ceritanya.
Bukan berasal dari keluarga yang berkelebihan, tidak membuat saya terbebani dengan masalah finansial. Pikiran bocah kala itu adalah "ooh memang seperti ini kehidupan tuh" Tanpa ada rasa minder meskipun setelah di ingat sekarang kami tinggal di rumah yang nyaris rubuh. Itu bukan metafora untuk menjual kesedihan ^_^ itu kondisi nyata. Rumah setengah badan (sebutan rumah yang bagian pinggang keatas terbuat dari bilik/anyaman bambu) yang anyamannya sudah usang, beberapa kesempatan balok penyangga genteng jatuh, dan hau sebagai tempat masak. Aaahh seru ternyata mengorek ingatan masalalu. Jika di definisikan sekarang, keluarga kami adalah keluarga miskin. Namun kembali, entah saya yang tidak banyak berfikir, entah lingkungan yang tidak melakukan diskriminasi atau alasan lain yang sedang tidak melintas dikepala ini sehingga tidak bisa disebutkan, tapi saya merasa baik-baik saja. Ayah yang bekerja sebagai buruh pabrik kala itu dan ibu sebagai ibu rumah tangga, mereka tidak pernah berbagi kesulitan. Rengekan minta jajan yang tidak dipenuhi tidak dirasa sebagai bentuk ketidakmampuan keluarga, toh tetangga sepantaran yang orangtuanya bekerja lebih bagus tetap terdengar rengekannya.
Menginjak jenjang SMP, rumah yang kami tinggali tidak bisa bertahan. Menghindari bahaya, maka diputuskan untuk dirubuhkan. Apa menjadi cerita sedih setelahnya? sepertinya tidak juga. karena kami tinggal di lingkungan keluarga besar. Jadi setelah rumah itu rubuh, kami menumpang di rumah salah satu keluarga. Kami menumpang tinggal disana mungkin sekitar 6 tahun. karena yang saya ingat sampai lulus SMA masih berada dirumah itu. baik sekali bukan?^__^
Bentuk kesyukuran saya yang tidak terhingga adalah memiliki orang tua yang tidak mengkontaminasi pikiran anaknya ini dengan sudutpandang buruk. Sepanjang bertumbuh dewasa, saya merasakan kebenarannya. Tapi itu didapati dari perkembangan diri dan kemampuan membaca situasi sekitar. Sampai sini sepertinya sudah mulai bisa diterka ya arahnya kemana?
betul sekali..
Ternyata keluarga kami bersinggungan dengan hutang. ALhamdulillah bukan sebagai keluarga yang berhutang, tapi ditengah keterbatasan, keluarga kami berperan yang meminjamkan. Berasaskan saudara sedang butuh tanpa melihat kebutuhan sendiri, singkat cerita sampailah jadi harus menumpang dirumah saudara selama itu :D
Berkaca pada kejadian dimasalalu, saya akhirnya berkeputusan untuk tidak membuat hutang sebagai pengikat hubungan dengan orang lain. Lalu apakah saya tidak pernah berhutang? tentu saja....pernah >,<
Tidak bisa dihindari ada fase paceklik ditengah rutinitas gajian, atau ada kebutuhan mendesak yang membuat hal tersebut tidak bisa dielakan. Namun sebelumnya tentu saja sudah dengan perhitungan. Perhitungan bahwa saya mampu untuk melunasi, perhitungan darimana sumber keuangan saya untuk membayar, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencicil dan banyak aspek lainnya yang dipikirkan sebelum berkeputusan. Dan hal tersebut terbawa sampai sekarang.
Ustaz Muhammad Abdul Wahab Lc dalam buku Berilmu Sebelum Berhutang yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan hadits-hadits yang menganjurkan agar manusia menghindari hutang. Manusia harus sebisa mungkin menahan diri untuk berutang sampai benar-benar perlu.
"Dari Aisyah r.a: Rasulullah berdoa dalam sholat, Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit utang. Lalu ada seseorang yang bertanya: Mengapa anda banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: Sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya. (HR Bukhari Muslim).
Jadi begitulaahhh sepenggal celotehan malam ini, menumpahkan isi tempurung kepala untuk diisi dengan hal lain.
Semoga Allah selalu menjaga kita semua yaa.... <3 <3

Monday, April 13, 2020

GADMIKA 3

Melihat kekosongan didalam pantulan matanya, membuat teh seduhan ini terasa cepat mendingin. Ah, sebuah tema percakapan yang kurang tepat. Harusnya cukup dengan menanyakan alasan kenapa pohon talok disamping rumah di tebang atau memuji teras depan yang baru selesai dipasang pagar pasti akan lebih menggugahnya dalam bercerita dengan tatapan yang bersemangat. Dengan gerak tubuh yang dibuat seolah berwibawa seperti yang biasa saya tampilkan dihadapannya, dan menggeser posisi duduk, gelas itu pun saya taruh kembali.
"Ada apa?", tanya saya seolah mengabaikan kisah sebelumnya. Karena saya tau. Yang dia butuhkan adalah mengeluarkan isi kepala dan membiarkan lidahnya memacu deretan kalimat yang sudah menjejali mulut untuk di muntahkan.
"Tidak apa-apa. Hanya tidak habis pikir dengan polahnya. Ini adalah moment keluarga, kamu tau itu. Karenanya kamupun diterbangkan untuk kesini. Tapi dia..", kalimatnya terhenti disana. Dari kekosongan, matanya berubah menjadi berkaca saat mengawali kisahnya.
.
Beberapa hari yang lalu memang ada pesan singkat masuk ke jaringan pribadi saya.
"Teh, lagi dimana? Kapan ada dirumah?", Sebuah sapaan basa basi mengawali percakapan kami.
"Lagi diluar. Ada apa?"
"Saya perlu bicara. Nanti saya telepon ya."
"Mungkin larut baru sampai rumah. Sekarang sedang berisik juga disini. Jika mendesak voice note saja." Saran saya karena pada saat itu memang tidak memungkinkan untuk menerima panggilan.
"Yaudah nanti klo sampai rumah, kabari saja", ujarnya memaksa untuk berbicara langsung.

Waktu beranjak malam dan saya belum ada tanda-tanda akan kembali kerumah. Karenanya, dengan mencari tempat yang agak sepi, saya pun menghubunginya untuk menanyakan apa yang ingin disampaikan siang tadi.
"Sudah pulang teh?" Katanya.
"Belum, tapi sudah bisa melakukan panggilan. Jadi ada apa?" Tanya saya penasaran.
"Jadi begini, pekan depan kerumah ya. Mau pada kumpul nyambut tamu. Ini perawan udah dateng jodohnya. Nanti mau serah uang. Kamu harus hadir nyaksiin." Katanya dengan nada antusias.
"Alhamdulillah. Siap. Kirain mau membicarakan apa. Tapi saya cukup terkejut sih. Karena baru bulan lalu saya lihat status media sosialnya menceritakan patah hatinya. Eeh, selang sebulan sudah terobati dengan obat mujarab. InsyaAllah saya akan datang", tutup saya mengakhiri sambungan telepon tersebut.
.
Di hari yang seharusnya berbahagia ini, tidak habis pikir kenapa nanar itu hinggap di wajahnya.
"Udah tau adenya mau serah uang. Dia malah belum dateng. Diarep-arep dari kemarin. Biar bisa kompromi baiknya gimana buat nyambut calon besan. Ini mah mana. Sampe sekarang aja belum keliatan itu batang idungnya", deras kalimat keluar. "Kamu aja udah ada di sini. Enggak bisa diandelin banget emang punya anak teh." Lanjutnya lagi.
"Padahal mah, orang tua engga pengen apa-apa. Cuma pengen ngumpul. Kalo adenya udah nikah dan entar tinggal sama lakinya, kan bakalan susah buat kumpulnya. Ini sibuk terus alesannya. Emang bakalan jadi orang kaya apah kalo udah sibuk kayak gitu."
Sambil mendengarkan keluh kesahnya, tangan saya mengambil kue cucur dari piring saji. Kue tradisional itu memang menggoda untuk sekedar di tatap. Sudah semestinya dia dilahap. Bukan mengabaikan atau berlaku tidak sopan, tapi mendiamkan apa yang tersuguh akan membuat peluang untuk Gadmika mencecar dengan kalimat "ini dimakan, cobain, jangan diantepin aja". Kalimat perintah yang merubah fokus dari rangkaian ceritanya.
Dan hari pun beranjak berisi kalimat-kalimat harapan Gadmika. Apa? Kamu mau tau apa saja harapannya. Tidak perlu lah. Jika penasaran, kamu bisa bertanya pada temanmu tentang harapan ibu, emak, enyak, mamah, ummi mereka. Semua akan memberikan jawaban yang sama dengan Gadmika. Karena kamu sudah menyiakan kesempatan itu, silakan tanya langsung ke orangnya. Toh di tengah kekecewaannya terhadap dirimu, saya tidak habis pikir seluas itu juga pemakluman dari  semua sikapmu. Bakan melakukan pembelaan saat saya mencoba merendahkanmu. Fuh dasar sayang orang tua kepada anak. Untung saya sudah terlatih menghadapi situasi ini. Keadaan Gadmika yang memiliki keluasan pemakluman tersebut. Hingga, ditengah nanarnya dia, tidak terpancing untuk tetap bisa menikmati kue cucur dan teh panas.
Dan untukmu, sudahlah. Bukan saatnya saya menceramahimu tentang harapan-harapan Gadmika. Berhubung calon besan sudah datang, mungkin dikesempatan lain saya akan menemanimu menikmati kopi hangat dan menjembatani perasaan Gadmika.

#bersambung #fiksimini

Tuesday, November 26, 2019

Ilmu Dunia



Kata seorang ortu yang anak pertamanya hafidz, beliau mengajarkan ilmu "dunia" juga kepada anaknya. Kemudian di sebuah acara juga, saya mendengar pengisi acara sedang mempersiapkan anaknya untuk ikut olimpiade sains dan belajar (menguasai) beberapa bahasa asing. Kesamaan dari para orang hebat itu tidak lain adalah agar islam membumi.
.
Bahkan secara gamblang seorang ustad berkata bagaimana bisa kita mensyiarkan agama Islam jika tidak bisa berkomunikasi dengan objek dakwah dan apakah kita rela setiap lini pengetahuan dikuasai oleh orang-orang yang tidak beriman? Padahal kita tau pada masa kegelapan (versi mereka), yang merupakan masa keemasan versi kita, banyak bermunculan penemu dan ilmuwan muslim. Apakah dengan begitu mereka meninggalkan Alqur'an?
.
Artinya, cita-cita menjadikan anak, saudara atau keluarga kita seorang hafidz tidak terbatasi dengan alqur'an saja. Setiap ilmu yang ada dan bisa membawa manusia menuju ketaatan kepada Allah adalah hal yang luar biasa. Bahkan sekarang banyak lembaga yang memberi kemudahan kepada para penghafal Alqur'an untuk mendapat kesempatan mempelajari ilmu "dunia". Tapi hal tersebut akan berkurang pencapaiannya ketika ORANG TUA dengan keyakinannya, "biar saja anak saya tidak pintar mtk, bahasa dan ilmu dunia lainnya. Asalkan mereka bisa hafal Alquran." Akhirnya banyak anak-anak yang tidak semangat belajar. Diusia mereka yang belum banyak memiliki motivasi pribadi, lalu mendapat dukungan dari ortu yang beranggapan ilmu yang lain "tidak berguna di akhirat" maka jadilah anak2 kita yang sulit bersaing menghadapi realita kehidupan. Karena jika anak kita punya cita2 menjadi Arsitek yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan matematika. Jika anak kita punya cita2 menjadi penulis islami yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan tata bahasa. Bahkan ketika anak kita bercita2 menjadi seorang da'i,  mereka harus memahami sosiologi kehidupan objek dakwahnya.
.
Meskipun mempelajari & menghafal Alquran tentunya mempunyai keutamaan sendiri yang Masyaa Allah. Namun Allah tidak "pilih kasih" terhadap cabang ilmu lainnya. So, semangat menjadikan anak-anak kita seorang hafidz yang jago "ilmu dunia" juga :D (y) (y)

Monday, November 25, 2019

First Generation of SD TAHFIDZ ARRASYID

1. Perjumpaan 
Ketika tahun ajaran 2015-2016 merupakan awal sejarah berdirinya lembaga baru dibawah naungan yayasan pondok pesantren tahfidz Arrasyid. Sebuah lembaga Sekolah Dasar yang dengan kekuatan dan kemauan keras dari Umi dan Abi Rasyid akhirnya berjalan. Dengan angkatan awal kelas satu dan siswa-siswi pindahan dikelas tiga, maka berjalanlah lembaga SD tersebut. 

2. Perjalanan 
Singkat cerita, setelah melewati empat tahun perjalanan, dan 1,5 tahun kebersamaan (hitungan waktu yang cukup aneh karena saya bukan orang yang masuk di tengah tahun ajaran, kira-kira adakah yang tau mengapa? :p). Baiklah akan saya ceritakan untuk kalian. Kebersamaan kami (saya dan mereka angkatan pertama ini) dimulai dari tahun ajaran baru ketika mereka menginjakkan kaki di kelas lima. Keputusan besar kala itu, karena sebagai guru baru di sekolah tersebut dan diamanahi kelas tinggi memiliki tantangan tersendiri. Saya kalah senior dibandingkan mereka yang sudah berada seumur sekolah berdiri. Tidak masalah. Dengan sebuah niat didalam hati dan rasa percaya bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang tidak dapat dilewati, perjalanan kami pun dimulai. 

Segala rasa pernah muncul silih berganti. Setiap waktunya menjadi seru untuk dilewati. Dan akhirnya mengantarkan mereka ke tingkat selanjutnya. Kelas enam. Tingkat terakhir dalam jenjang Sekolah Dasar. Kala itu merupakan perjalanan yang sangat seru, mengantarkan mereka ke jenjang terakhir dan memberikan tongkat estafet kepada rekan yang lebih mumpuni.

3. Bersama lagi
Waktu berlalu. Dengan amanah baru. Kelas yang termasuk kelas tinggi tingkat awal dengan riuh tawa dan gelayutan di tangan memenuhi keseharian selama 6bulan sampai akhirnya perotasian terjadi. Qodarullah, saya kembali diminta membersamai kalian kembali. Sebuah pilihan sulit. Ketika hati sudah terpaut dengan kelas yang berlangsung selama 6 bulan tersebut. Namun juga tidak bisa menutup mata terhadap kalian. Pembuka pintu perkenalan saya dengan tempat itu. Dan cinta pertama juga dalam hubungan guru dan anak didiknya.
.
Dan waktu melesat begitu cepat. Dibulan kelahiran, kalian akhirnya dinyatakan lulus dari jenjang SD. sebuah hadiah terindah karena bisa membersamai kalian, mengantarkan kalian hingga titik itu. Haru dan bangga membaur hingga sulit diceritakan. Kesyukuran pun tak luput menyelinap menempati relung hati.
Selamat untuk 22 manusia terpilih. Selat untuk kalian yang dengan ini bisa mengepakkan sayap ketempat yang lebih jauh lagi.
Kalian istimewa.
First generation.
With love