Kata seorang ortu yang anak pertamanya hafidz, beliau mengajarkan ilmu "dunia" juga kepada anaknya. Kemudian di sebuah acara juga, saya mendengar pengisi acara sedang mempersiapkan anaknya untuk ikut olimpiade sains dan belajar (menguasai) beberapa bahasa asing. Kesamaan dari para orang hebat itu tidak lain adalah agar islam membumi.
.
Bahkan secara gamblang seorang ustad berkata bagaimana bisa kita mensyiarkan agama Islam jika tidak bisa berkomunikasi dengan objek dakwah dan apakah kita rela setiap lini pengetahuan dikuasai oleh orang-orang yang tidak beriman? Padahal kita tau pada masa kegelapan (versi mereka), yang merupakan masa keemasan versi kita, banyak bermunculan penemu dan ilmuwan muslim. Apakah dengan begitu mereka meninggalkan Alqur'an?
.
Artinya, cita-cita menjadikan anak, saudara atau keluarga kita seorang hafidz tidak terbatasi dengan alqur'an saja. Setiap ilmu yang ada dan bisa membawa manusia menuju ketaatan kepada Allah adalah hal yang luar biasa. Bahkan sekarang banyak lembaga yang memberi kemudahan kepada para penghafal Alqur'an untuk mendapat kesempatan mempelajari ilmu "dunia". Tapi hal tersebut akan berkurang pencapaiannya ketika ORANG TUA dengan keyakinannya, "biar saja anak saya tidak pintar mtk, bahasa dan ilmu dunia lainnya. Asalkan mereka bisa hafal Alquran." Akhirnya banyak anak-anak yang tidak semangat belajar. Diusia mereka yang belum banyak memiliki motivasi pribadi, lalu mendapat dukungan dari ortu yang beranggapan ilmu yang lain "tidak berguna di akhirat" maka jadilah anak2 kita yang sulit bersaing menghadapi realita kehidupan. Karena jika anak kita punya cita2 menjadi Arsitek yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan matematika. Jika anak kita punya cita2 menjadi penulis islami yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan tata bahasa. Bahkan ketika anak kita bercita2 menjadi seorang da'i, mereka harus memahami sosiologi kehidupan objek dakwahnya.
.
Meskipun mempelajari & menghafal Alquran tentunya mempunyai keutamaan sendiri yang Masyaa Allah. Namun Allah tidak "pilih kasih" terhadap cabang ilmu lainnya. So, semangat menjadikan anak-anak kita seorang hafidz yang jago "ilmu dunia" juga :D (y) (y)
.
Bahkan secara gamblang seorang ustad berkata bagaimana bisa kita mensyiarkan agama Islam jika tidak bisa berkomunikasi dengan objek dakwah dan apakah kita rela setiap lini pengetahuan dikuasai oleh orang-orang yang tidak beriman? Padahal kita tau pada masa kegelapan (versi mereka), yang merupakan masa keemasan versi kita, banyak bermunculan penemu dan ilmuwan muslim. Apakah dengan begitu mereka meninggalkan Alqur'an?
.
Artinya, cita-cita menjadikan anak, saudara atau keluarga kita seorang hafidz tidak terbatasi dengan alqur'an saja. Setiap ilmu yang ada dan bisa membawa manusia menuju ketaatan kepada Allah adalah hal yang luar biasa. Bahkan sekarang banyak lembaga yang memberi kemudahan kepada para penghafal Alqur'an untuk mendapat kesempatan mempelajari ilmu "dunia". Tapi hal tersebut akan berkurang pencapaiannya ketika ORANG TUA dengan keyakinannya, "biar saja anak saya tidak pintar mtk, bahasa dan ilmu dunia lainnya. Asalkan mereka bisa hafal Alquran." Akhirnya banyak anak-anak yang tidak semangat belajar. Diusia mereka yang belum banyak memiliki motivasi pribadi, lalu mendapat dukungan dari ortu yang beranggapan ilmu yang lain "tidak berguna di akhirat" maka jadilah anak2 kita yang sulit bersaing menghadapi realita kehidupan. Karena jika anak kita punya cita2 menjadi Arsitek yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan matematika. Jika anak kita punya cita2 menjadi penulis islami yang hafidz, mereka tetap harus berkutat dengan tata bahasa. Bahkan ketika anak kita bercita2 menjadi seorang da'i, mereka harus memahami sosiologi kehidupan objek dakwahnya.
.
Meskipun mempelajari & menghafal Alquran tentunya mempunyai keutamaan sendiri yang Masyaa Allah. Namun Allah tidak "pilih kasih" terhadap cabang ilmu lainnya. So, semangat menjadikan anak-anak kita seorang hafidz yang jago "ilmu dunia" juga :D (y) (y)